DASAR HUKUM JUALAN (PERNIAGAAN) DI DALAM MASJID
Tidak diragukan lagi
bahwa masjid didirikan untuk menegakkan peribadahan kepada AllahTa’ala; ber-tasbih,
mendirikan shalat, membaca kalam Ilahi, dan
berdoa kepada-Nya,
فِي
بُيُوتٍ أَذِنَ اللهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ
فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ رِجَالُُ لاَّتُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَبَيْعٌ
عَن ذِكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَآءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا
تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَاْلأَبْصَار
“Di rumah-rumah yang di sana Allah
telah memerintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, di sana
ber-tasbih (menyucikan)-Nya pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat
Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari
yang (di hari itu) hari dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. an-Nur:
36-37).
Pada ayat ini dijelaskan bahwa masjid adalah tempat untuk menegakkan
ibadah kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana dijelaskan bahwa
orang-orang yang benar-benar menegakkan peribadatan kepada-Nya tidaklah menjadi
terlalaikan atau tersibukkan dari peribatannya hanya karena mengurusi
perniagaan dan pekerjaannya. Apalagi sampai menjadikan masjid sebagai tempat
untuk berniaga.
إِنَّمَا
هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجِلَّ وَتاصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya, masjid-masjid ini
hanyalah untuk menegakkan dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, shalat, dan
bacaan al-Qur’an.” (HR. Muslim, no. 285).
Demikianlah karakter orang-orang yang memakmurkan rumah-rumah Allah.
Tidak heran bila Allah Ta’ala memuji
orang-orang yang menggunakan masjid sesuai fungsinya dengan berfirman,
إِنَّمَا
يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَأَقَامَ
الصَّلاَةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ فَعَسَى أُوْلاَئِكَ
أَن يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Yang memakmurkan masjid-masjid Allah
hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain
kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah: 18).
Sebagai konsekuensi dari ini, maka Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang
kita dari berniaga di dalam masjid. Beliau bersabda,
إِذَا
رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِيْ الْمَسْجِدِ فَقُولُوا: لاَ
أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ وَإِذَا رَأَيْتُم مَنْ يُنْشِدُ فِيْهِ ضَالَةً
فَقُولُوا: لاَ رَدَّ الههُ عَلَيْكَ
“Bila engkau mendapatkan orang yang
menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, ‘Semoga Allah
tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu.’ Dan bila engkau menyaksikan
orang yang mengumumkan kehilangan barang di dalam masjid, maka katakanlah
kepadanya, ‘Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang.’” (HR.
at-Tirmidzi, no. 1321, dan oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits shahih
dalam Irwa’ul
Ghalil, 5/134, no. 1295).
BATAS-BATAS MASJID
Dahulu, Atha’ bin Yasar bila menjumpai orang yang hendak berjualan di dalam masjid, beliau menghardiknya dengan berkata, “Hendaknya engkau pergi ke pasar dunia, sedangkan ini adalah pasar akhirat.” (HR. Imam Malik dalam al-Muwaththa’, 2/244, no. 601).
Berdasarkan ini semua, banyak ulama yang mengharamkan jual-beli di dalam
masjid. Adapun teras masjid yang ada di sekeliling masjid, bila berada dalam
satu kompleks (areal) dengan masjid –karena masuk dalam batas pagar masjid–,
maka tidak diragukan hukum masjid berlaku padanya. Hal ini karena para ulama
telah menggariskan satu kaidah yang menyatakan,
الْحَرِيْمُ
لَهُ حُكْمُ مَا هُوَ حَرِيْمٌ لَهُ
“Sekelilingnya sesuatu memliki hukum
yang sama dengan hukum yang berlaku pada sesuatu tersebut.” (Al-Asybah wan Nazha’ir: 240, as-Suyuthi).
Kaidah ini disarikan oleh para ulama ahli fikih dari sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
Jika areal masjid
halaman, tempat parkir bisa digunakan karena jamaah meluap bisa terjadi pada jamaah sholat jum'at dan sholat tarawih maka areal masjid yang dalam satu komplek itu atau dalam tembok (pagar) keliling masjid masih dalam
lingkungan masjid.
Akan tetapi, bila
teras tersebut berada di luar pagar masjid, atau terpisahkan dari masjid oleh
jalan atau gang, maka hukum masjid tidak berlaku padanya. Demikianlah yang
difatwakan oleh Komite Tetap Fatwa Kerajaan Arab Saudi yang diketuai oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, pada Fatwa no. 11967. Wallahu
Ta’ala A’lam bishshawab.
Di lingkungan masjid tersebut, kita
diperbolehkan shalat dengan bermakmum imam yang ada di dalam masjid, asalkan
bangunan pokok masjid telah dipenuhi dengan orang-orang yang mengerjakan
shalat. Demikian pula, dituntunkan untuk mengerjakan shalat tahiyatul masjid di
lingkungan masjid dan ketentuan-ketentuan lain terkait dengan masjid. Inilah
aplikasi nyata dari kaidah fikih,
الحَرِيمُ لَهُ حُكْمُ مَا هُوَ
حَرِيمٌ لَهُ
‘Pada lingkungan suatu tempat berlaku
ketentuan yang juga berlaku untuk tempat tersebut.’ (Al-Asybah wan Nazhair, karya As-Suyuthi, hlm. 125)
Landasan berpijak hadis tersebut adalah sabda
Nabi,
أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى
اللهِ مَحَارِمُهُ
‘Ingatlah bahwa setiap raja itu memiliki daerah larangan dan
ketahuilah bahwa daerah larangan Allah adalah hal-hal yang Allah haramkan.’
(H.r. Bukhari dan Muslim)
Adapun di serambi masjid, atau lokasi yang berada
pada bangunan masjid, lebih selamat juga dijauhi. Sedangkan di komplek (arena)
masjid, setelah gerbang masjid, kami tidak mendapatkan dalil yang melarangnya
dengan tegas, sehingga kamipun tidak berani menentukan hukumnya.
SARAN
Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al Hujurat:1]
Namun, jika seseorang meninggalkan perkara yang belum jelas baginya atau meragukannya, tentu hal itu lebih baik bagi diri dan agamanya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
Tinggalkan apa yang meragukanmu menuju apa yang tidak meragukanmu, karena kejujuran itu ketenangan, dan sesungguhnya kedustaan itu keraguan. [HR Tirmidzi, no. 2.518, dan lain-lain, dari Al Hasan bin ‘Ali, Arba’in Nawawiyah, hadits no. 11].
baca pula :
Masjid At-TTaqwa Ajibarang Bagaiman Muslimah nan Cantik
Masjid AT-Taqwa Pencetak Kader Islam Ajibarang
Membangun dan Memakmurkan Masjid (kajian)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al Hujurat:1]
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya yang halal itu nyata, dan yang haram pun nyata. Sedangkan antara keduanya (halal dan haram) terdapat hal-hal yang diragukan (syubhat) yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka barangsiapa menghindari syubhat, berarti ia telah menjaga keutuhan agama dan kehormatannya. Sedangkan barangsiapa yang terjatuh ke dalam hal-hal syubhat, niscaya ia terjatuh ke dalam hal haram. Perumpamaannya bagaikan seorang penggembala yang menggembala (gembalaannya) di sekitar wilayah terlarang (hutan lindung), tak lama lagi gembalaannya akan memasuki wilayah itu. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki wilayah terlarang. Ketahuilah, bahwa wilayah terlarang Allah adalah hal-hal yang Dia haramkan.” (HR. al-Bukhari, no. 52 dan Muslim, no. 1599).
Namun, jika seseorang meninggalkan perkara yang belum jelas baginya atau meragukannya, tentu hal itu lebih baik bagi diri dan agamanya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
Tinggalkan apa yang meragukanmu menuju apa yang tidak meragukanmu, karena kejujuran itu ketenangan, dan sesungguhnya kedustaan itu keraguan. [HR Tirmidzi, no. 2.518, dan lain-lain, dari Al Hasan bin ‘Ali, Arba’in Nawawiyah, hadits no. 11].
baca pula :
Masjid At-TTaqwa Ajibarang Bagaiman Muslimah nan Cantik
Masjid AT-Taqwa Pencetak Kader Islam Ajibarang
Membangun dan Memakmurkan Masjid (kajian)
Did you know there's a 12 word phrase you can speak to your crush... that will induce intense feelings of love and impulsive attractiveness for you buried within his heart?
BalasHapusThat's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, please and look after you with his entire heart...
====> 12 Words Who Trigger A Man's Desire Response
This instinct is so built-in to a man's brain that it will drive him to try better than before to love and admire you.
Matter-of-fact, triggering this powerful instinct is absolutely binding to getting the best possible relationship with your man that the second you send your man one of the "Secret Signals"...
...You will immediately notice him open his mind and heart to you in such a way he's never expressed before and he will recognize you as the only woman in the galaxy who has ever truly understood him.